Senin, 14 Mei 2012

KISAH NYATA: HIDAYAH SEORANG PELACUR

Suatu hari saya kedatangan seorang wanita cantik dan seksi, Tina namanya.
Tina: Assalaamu’alaikum!
Saya: Alaikum salam, monggo pinarak, ada perlu apa yah Mba?
Tina: Maaf Pak, saya Tina, saya mau minta tolong, tiap malam saya ini “jualan”, bagaimana agar jualan saya laris?
Saya: Maaf Mbak, Sampean salah alamat, saya ini bukan paranormal.
Dengan berbagai cara saya lakukan biar Tina cepat pulang, tapi tetap kekeh duduk di kursi. Lama-lama saya kasihan juga.
Saya: Begini aja Mbak, kalau Sampean ingin rizki barokah jangan tinggalkan shalat bagaimanapun keadaanmu!
Tina: Maaf Pak, saya ini pelacur, apakah shalat saya diterima Allah?
Saya: Jangan mikir diterima atau tidak, yang penting laksanakan dulu.
Tina: Iya Pak, akan saya laksanakan, tapi saya tidak punya rukuh atau mukena.
Akhirnya istri saya memberi rukuh pada si Tina.
Tiga tahun telah berlalu, datanglah Tina bersama seorang laki-laki sambil menangis berlari memeluk istri saya (untung bukan saya yang dipeluk).
Saya: Monggo pinarak. Ada apa kok nangis begini, Sampean siapanya Tina, Mas?
Laki-laki itu menjawab: Saya Dedi Gus, suami Tina.
Saya: Subhanallaah… Bagaimana ceritanya Mas, kok Sampean bisa nikah sama Tina?
Akhirnya Dedi bercerita. Begini Gus, saya seorang kontraktor. Suatu malam saya booking si Tina, saya bawa Tina ke sebuah hotel. Sampai hotel jam 9 malam. Setelah bercerita-cerita, akhirnya saya sama Tina masuklah ke kamar hotel, tanpa basa-basi saya ciumi Tina, saya buka bajunya. Tatkala itulah Tina berbisik di telinga saya, “Maaf Mas, saya belum shalat Isya, saya tak shalat dulu ya Mas.” Akhirnya saya marah sekali. Ngapain kamu shalat? Tetapi dengan lembut si Tina ngomong sama saya, berilah kesempatan 10 menit saja untuk shalat, waktu kita masih banyak, sekiranya tidak cukup, saya beri bonus besok semalam, asal saya diberi kesempatan shalat. Akhirnya, saya izinkan si Tina untuk shalat. Dia membuka tasnya. Ternyata betul tasnya berisi rukuh atau mukena. Lantas Tina ke kamar mandi berwudhu, lantas Tina shalat. Saya lihat Tina shalat, saya dengarkan Tina berdoa sambil menangis, tanpa terasa saya pun ikut menangis. Di saat itulah saya tersadar dan berniat untuk bertaubat. Akhirnya Tina saya antar pulang ke rumahnya. Saat itu juga saya lamar ke orang tuanya untuk saya jadikan istri saya.
Saya: Alhamdulillahi rabbil ‘aalamin, terus ada apa Sampean kemari?
Dedi: Begini Gus, kami sudah menikah 3 tahun yang lalu, Alhamdulillah sudah dikaruniai seorang anak laki-laki. Sekarang kami mau minta doa restu kepada Gus untuk menunaikan ibadah haji.
Saya: Allaahu Akbar walillaahil hamd!
Tanpa terasa air mataku menitik haru sambil seraya mengangkat tangan: “Rabbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrota a’yunin waj ‘alnaa lil muttaqiina imaama.”
Kisah nyata ini sudah mendapat persetujuan langsung dari yang bersangkutan. Ternyata hidayah tidak mengenal siapa dia, tempat, dan waktu. Semoga bisa menjadi pelajaran bagi kita. Amin.
Sumber: Gus Ali Alfa Blyt

Hidup itu: Anugerah atau Musibah?!

Hidup bagi sebagian orang adalah suatu anugerah yang sangat indah, akan tetapi bagi sebagian lainnya merupakan suatu musibah yang ditimpakan Allah atas dirinya.
Anugerah ataupun musibah adalah persepsi yang ada dalam tiap individu, apakah kita akan mengartikan tiap hal yg ada dalam kehidupan ini sebagai anugerah atau sebaliknya kita mencipta suatu anggapan bahwa Allah sedang menimpakan musibah terhadap diri.

Lahirnya anugerah atau kebahagian dari tiap hal, lebih disebabkan karena rasa syukur kepada sang pencipta, pemaknaan dari tiap suatu yang berlaku.
Dengan mensyukuri apa yang terjadi memunculkan kebahagiaan dalam hati. Berfikir bahwa apa yang terjadi adalah yang terbaik bagi kita membuat kita selalu merasa disayang dan diperhatikan oleh Allah.

Akan tetapi Musibah atau petaka yang menimpa diri, lahir karena adanya "prasangka" yang buruk kepada Allah, menganggap bahwa Allah "Marah" dan berkehendak mengadzabnya.

Ketika terjadi musibah (kecelakaan_red) orang yang bersyukur berfikir bahwa ini adalah teguran Allah kepadanya, yang terjadi pada dirinya saat itu adalah yang terbaik baginya. Lain halnya dengan orang yang berfikir bahwa kecelakan sebagai musibah, orang tersebut akan menyesali dan meratapi diri, mengapa hal itu dapat terjadi. Hingga pada titik klimaksnya yang terjadi adalah peng-"Hardik"an n peng-"Hujat"an terhadap Allah.

Rasa Syukur kepada Allah lahir diawali dengan adanya Tawakkal kepada ketentuan-ketentuan yang Allah buat. Tawakkal yang didahului dengan usaha-usaha maksimal sebagai hamba.

Hidup beserta lika-likunya tergantung pada persepsi yang kita buat, apakah hidup adalah Anugerah dari Allah, ataukah hidup itu sebagai Petaka atau musibah yang Allah berikan.
"Sesungguhnya aku sebagaimana persangkaan hambaku". Maka berprasangkalah yang baik sehingga akan menimbulkan kebaikan bagi kehidupan yang dijalani.
Bismillahi tawakkalna 'ala Allah

Oleh: Bejo SP, klik On BLOG

Jumat, 11 Mei 2012

RUMUS MARBU’ AL-QOOMAH

Manusia tinggi dan lebarnya sama dalam ukuran panjangnya. Jadi, bila manusia berdiri ukurannya sama dengan ukuran bila kedua tangan dibentangkan, ujung jari tangan satu ke ujung tangan yang satunya itu sama dengan ukuran berdirinya seseorang, makanya dinamakan Marbu’ al-Qomah. Tinggi seseorang juga sama dengan tujuh kali panjang telapak kakinya. Bila manusia antara tinggi dan lebar tangannya yang dibentangkan kok tidak sama, itu tandanya ia tidak sepenuhnya manusia pada umumnya…
Manusia dalam masalah ibadah, yang dibuat ukuran/patokan ialah kalender Qomariyah/Hijriyyah, sedangkan dalam masalah pekerjaan yang dibuat ukuran/patokan ialah kalender Syamsiyah/Masehi.
Pada usia:
(7 tahun) Waktunya anak wajib dididik secara wajar, misalnya anak disekolahkan ke SD/MI/setingkat.
(14 tahun) Waktunya anak sudah masuk SMP/MTs/setingkat, jika anak pada usia itu kok masih duduk di SD/MI, tidak lulus-lulus SD/Mi-nya, itu tandanya ada kendala dalam diri anak tersebut.
(21 tahun) Waktunya lulus dari SMA/Aliyah/SMK atau sederajatnya.
(28 tahun) Waktunya untuk lulus kuliah, jika belum lulus kuliah minimal ia sudah bekerja. Untuk wanita sudah waktunya untuk menikah, jika usia 28 kok belum menikah itu tandanya ketuaan (bila bisa, maka nikahlah usia dibawah 28 tahun, bagi wanita).
(35 tahun) Waktunya sudah mapan dalam masalah pekerjaan, jika dalam usia ini makan minum masih ikut orang tua atau masih ikut mertua, ini tandanya orang yang tidak bisa bekerja.
(42 tahun) Waktunya bisa dilihat dalam masalah tatanan ekonomi, jika dalam usia ini ekonomi kok mapan, maka dalam hidupnya ia adalah orang yang mapan, jika ia dalam usia ini kok biasa-biasa saja/sederhana, maka dalam hidupnya ia juga biasa-biasa aja. Dalam usia ini mulai diperbanyak PDKT dengan Allah SWT.
(49 tahun) Dalam masalah ekonomi, dalam usia ini tidak usah transmigrasi atau apa yang lainnya, yang menguras banyak tenaga dan pikiran. Pekerjaan yang ada didepan mata, itu aja yang kita kerjakan.
(56 tahun) Dalam usia ini, kita tidak perlu shodaqoh banyak-banyak untuk tujuan jalbur rizqi (dengan tujuan agar rezqi lancar dan melimpah). Shodaqoh ya secukupnya dan sewajarnya saja…
(63 tahun) Sudah waktunya kita pensiun dari dunia ini. Jika dalam usia ini kita kok meninggal, maka sudah pantaslah kita. Sebagaimana Rosululloh SAW wafat usia 63 tahun, Sayyidina Abu Bakar dan Umar juga wafat pada usia yang sama yaitu usia 63 tahun. jika ada orang yang meninggal dibawah usia 63 tahun, maka kasihan istrinya. Istri jika menikah lagi itu kok tega banget, tidak ingat suami yang meninggal. Jika tidak menikah lagi, kok eman-eman (sayang-sayang) masih muda…

Keterangan;
7 x 9 = 63.
7 ialah kita ditujuh bulanin (dipitonin, Jawa), falsafah dari tujuh telapak kaki kita yang sama dengan tinggi badan kita.
9 ialah kita dilahirkan (diprocotin, Jawa).
Jadi, 7 x 9= 63. Pada usia 63 tahun manusia sudah pantas jika ia meninggal.
Walloohu a’lam….

Oleh: M.H. Nur Romadlon

Minggu, 06 Mei 2012

"Derajat Orang Tahlil Lebih Rendah Dari Pelacur"

Bantahan terhadap tulisan kaum Wahhabi "Derajat Orang Tahlil Lebih Rendah Dari Pelacur" oleh Abou Fateh pada 24 November 2009 pukul 6:37 ·

Orang-orang Wahhabi yang selalu berkedok dengan kata2 manis, "kami hanya berpegang teguh kepada al-Qur'an dan Sunnah", "kita perangi TBC (tahayul, bid'ah dan khurafat)", "kami bermadzhab salaf", dan lain sebagainya. 
Mereka mengaku memerangi bid'ah, tapi sebenarnya mereka sendiri ahli bid'ah. 
Mereka mengaku hanya berpegang teguh kepada al-Qur'an dan Sunnah, tapi sebenarnya mereka menghancurkan pemahaman al-Qur'an dan Sunnah. 
Sebuah tulisan yang dibuat oleh kaum Wahhabi berjudul "derajat orang-orang tahlil labih rendah dari seorang pelacur", apakah demikin faktanya? Atau hanya sebuah klaim semata dari Kaum Wahhabi? A'udzu Billah. 
Suatu tradisi yang sangat kental yang mereka warisi dari pimpinan mereka; Muhammad ibn Abd al-Wahhab, mangklaim sesat dan bahkan mengkafirkan orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka. Hasbunallah.
Dalam tulisan ini, dikemukan beberapa hal yang berkenaan dengan "TAHLIL", semoga bermanfaat
Bismillahi tawakkalna 'ala Allah

Ulama Ahlussunnah sepakat bahwa doa dan istighfar seorang muslim yang masih hidup kepada Allah untuk orang yang telah meninggal dapat memberikan manfaat kepadanya. 
Dalam al-Qur’an Allah berfirman:

(وَالَّذِينَ جَآءُو مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ (الحشر: 10

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami” (QS. Al-Hasyr: 10) Al-Imam an-Nawawi (w 676 H) dalam al-Adzkar menuliskan:

“Semua ulama sepakat bahwa doa bagi orang-orang yang telah meninggal memberikan manfaat terhadap mereka dan pahala doa tersebut sampai kepada mereka. Mereka mengambil dalil firman Allah QS. Al-Hasyr: 10 (tersebut di atas) dan berbagai ayat lainnya, juga dengan dalil beberapa hadits masyhur di antaranya sabda Nabi:
اللّهُمّ اغْفِرْ لِأهْلِ بَقِيْعِ الغَرْقَد  :  واه مسلم

“Ya Allah ampunilah bagi orang-orang yang dimakamkan di Baqi’ al-Gharqad” (HR. Muslim) Dan hadits Nabi:

اللّهُمّ اغْفِرْ لِحَيّنَا وَمَيّتِنَا : رواه الترمذي

“Ya Allah ampuni bagi orang-orang yang masih hidup dan orang-orang yang telah meninggal di antara kami” (HR. At-Tirmidzi)”. (Lihat al-Adzkar: 176)

Demikian juga membaca al-Qur'an di atas kubur juga bermanfaat terhadap mayyit. Dalil Kebolehan membaca al-Qur'an di atas kubur adalah hadits bahwa Nabi membelah pelepah yang basah menjadi dua bagian kemudian Nabi menanamkan masing-masing di dua kuburan yang ada dan Rasulullah bersabda:
لَعَلّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا : رواه الشيخان

"Semoga keduanya mendapatkan keringanan siksa kubur selama pelepah ini belum kering".

Dapat diambil dalil dari hadits ini bahwa boleh menancapkan pohon dan membaca al-Qur'an di atas kubur, jika pohon saja bisa meringankan adzab kubur lebih–lebih bacaan al-Qur'an orang mukmin. Al-Imam an-Nawawi berkata: "Para ulama mengatakan sunnah hukumnya membaca al-Qur'an di atas kubur berdasarkan pada hadits ini, karena jika bisa diharapkan keringanan siksa kubur dari tasbihnya pelepah kurma apalagi dari bacaan al-Qur'an" (Lihat dalam al-Minhaj Syarh Shahih Muslim Ibn al-Hajjaj, j. 3, h. 202). Jelas bacaan al-Qur’an dari manusia itu lebih agung dan lebih bermanfaat daripada tasbihnya pohon. Jika telah terbukti al-Qur’an bermanfaat bagi sebagian orang yang ditimpa bahaya dalam hidupnya, maka mayit begitu juga.
Di antara dalil bahwa mayyit mendapat manfaat dari bacaan al-Qur’an orang lain adalah hadits Ma'qil ibn Yasar:
اقْرَءُوْا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ : رَوَاهُ أبُو داوُد والنّسَائِي وابْنُ مَاجَه وابْنُ حِبّان وصَحّحَه

“Bacalah surat Yaasin untuk mayit kalian " (H.R Abu Dawud, an– Nasai, Ibn Majah dan Ibn Hibban dan dishahihkannya).

Hadits ini walaupun dinyatakan lemah oleh sebagian ahli hadits, tetapi Ibn Hibban mengatakan hadits ini shahih dan Abu Dawud diam (tidak mengomentarinya) maka dia tergolong hadits Hasan (sesuai dengan istilah Abu Dawud dalam Sunan-nya), dan al Hafizh as-Suyuthi juga mengatakan bahwa hadits ini Hasan.
Dalil yang lain adalah hadits Nabi:

يس قَلْبُ القُرءَان لاَ يَقْرَؤُهَا رَجُلٌ يُرِيْدُ اللهَ و الدّارَ الآخِرَةَ إلاّ غفرَ لَهُ، وَاقْرَءُوهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ (روَاه أحْمد)

“Yasin adalah hatinya al-Qur’an, tidaklah dibaca oleh seorangpun karena mengharap ridla Allah dan akhirat kecuali diampuni oleh Allah dosa– dosanya, dan bacalah Yasin ini untuk mayit–mayit kalian " (HR. Ahmad)

Ahmad bin Muhammad al Marrudzi (salah seorang murid al-Imam Ahmad ibn Hanbal) berkata :
"Saya mendengar Ahmad ibn Hanbal -semoga Allah merahmatinya- berkata: "Apabila kalian memasuki areal pekuburan maka bacalah surat al Fatihah dan Mu'awwidzatayn dan surat al-Ikhlas dan hadiahkanlah pahalanya untuk ahli kubur karena sesungguhnya pahala bacaan itu akan sampai kepada mereka" (Lihat al-Maqshad al-Arsyad, j. 2, h. 338-339).
Al Khallal juga meriwayatkan dalam al Jami' dari asy-Sya'bi bahwa ia berkata:
كَانَتِ الأنْصَارُ إذَا مَاتَ لَهُمْ مَيّتٌ اخْتَلَفُوا إِلَى قَبْرِهِ يَقْرَءُوْنَ لَهُ الْقُرْءَانَ

"Tradisi para sahabat Anshar jika meninggal salah seorang di antara mereka, maka mereka akan datang ke kuburnya silih berganti dan membacakan al-Qur’an untuknya (mayit)".

Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari bahwasanya 'Aisyah -semoga Allah meridlainya- berkata: “Alangkah sakitnya kepalaku”, lalu Rasulullah berkata:
" ذاكِ لوْ كَانَ وَأنَا حَيّ فأ سْتَغْفِر لكِ وأدْعُو لَكِ "

"Jika itu terjadi (engkau sakit dan meninggal) dan aku masih hidup maka aku mohon ampun dan berdoa untukmu".

Perkataan Rasulullah " وأدعو لك " (maka saya akan berdoa untukmu) ini, mencakup doa dengan segala bentuk dan macam–macamnya, maka termasuk doa seseorang setelah membaca beberapa ayat dari al-Qur’an dengan tujuan supaya pahalanya disampaikan kepada mayit seperti dengan mengatakan :
اللّهُمَّ أوْصِلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُ إلَى فُلاَن

"Ya Allah sampaikanlah pahala bacaanku ini kepada si Fulan".

Sedangkan yang sering dikatakan orang bahwa Imam Syafi'i menyatakan bacaan al-Qur’an tidak akan sampai kepada mayyit, maksud asy-Syafi'i adalah jika bacaan tersebut tidak dibarengi dengan doa Ii-shal - إيصال - (doa agar disampaikan pahala bacaan tersebut kepada mayit) atau bacaan tersebut tidak dilakukan di kuburan mayit karena asy-Syafi'i menyetujui kedua hal ini (membaca al-Qur’an dengan diakhiri doa Ii-shal - إيصال - dan membaca al-Qur’an di atas kuburan mayit). Imam an-Nawawi mengatakan: "Asy-Syafi'i dan tokoh-tokoh madzhab Syafi'i mengatakan: Disunnahkan dibaca di kuburan mayit ayat-ayat al-Qur’an, dan jika dibacakan al-Qur’an hingga khatam itu sangat baik".

Sebagian ahli bid'ah, seperti kaum Wahhabiyah di masa sekarang, mengatakan tidak akan sampai pahala sesuatu apapun kepada si mayit dari orang lain yang masih hidup, baik doa ataupun yang lain. Perkataan mereka ini bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah. Adapun bahwa mereka berdalil dengan firman Allah:
وأنْ لَيْسَ للإنْسَانِ إلاّ مَا سَعَى : سورة النجم : 39

Maka ini adalah pendapat yang tidak tepat dan harus ditolak karena maksud ayat ini bukanlah menafikan bahwa seseorang mendapatkan manfaat dari apa yang dikerjakan oleh orang lain seperti sedekah dan haji untuk orang yang telah meninggal, melainkan ayat ini menafikan kepemilikan terhadap amal orang lain. Amal orang lain adalah milik orang lain yang mengerjakankannya, karena itu jika ia mau ia bisa memberikan kepada orang lain dan jika tidak ia bisa memilikinya untuk dirinya sendiri. Allah tidak mengatakan tidak bermanfaat bagi seseorang kecuali amalnya sendiri.
Mereka yang menafikan secara mutlak tersebut adalah golongan Mu'tazilah. Imam Ahmad ibn Hanbal pernah mengingkari orang yang membaca al-Qur'an di atas kuburan, namun kemudian sahabatnya (salah seorang murid dekat) menyampaikan kepadanya atsar dari sebagian sahabat yaitu Ibn Umar lalu dia melepaskan pendapatnya tersebut.
Al-Bayhaqi dalam as-Sunan al Kubra meriwayatkan dengan sanad yang sahih bahwa Ibn Umar menganggap sunnah setelah mayit dikuburkan untuk dibacakan awal dan akhir surat al Baqarah.

Salah seorang ulama Madzhab Hanbali, Asy-Syaththi al-Hanbali dalam komentarnya atas kitab Ghayah al-Muntaha, hlm. 260 mengatakan:

"Dalam kitab al-Furu' dan kitab Tashhih al-Furu' dinyatakan: Tidak makruh membaca al-Qur'an di atas kuburan dan di areal pekuburan, inilah yang ditegaskan oleh al Imam Ahmad, dan inilah pendapat madzhab Hanbali. Kemudian sebagian menyatakan hal itu mubah, sebagian mengatakan mustahabb (sunnah). Demikian juga disebutkan dalam kitab al-Iqna'".
Menghidangkan Makanan untuk orang yang datang ta'ziyah atau menghadiri undangan baca al-Qur’anMenghidangkan makanan yang dilakukan oleh keluarga mayit untuk orang yang datang ta'ziyah atau menghadiri undangan baca al-Qur’an adalah boleh karena itu termasuk ikram adl-Dlayf (menghormat tamu). Dan dalam Islam ini adalah sesuatu yang dianjurkan. Sedangkan Hadits Jarir ibn 'Abdillah al Bajali bahwa ia mengatakan :
كُنَّا نَعُدّ الاجْتِمَاعَ إلَى أهْلِ الْمَيت وَصَنِيْعَة الطّعَامِ بَعْدَ دَفْنِهِ مِنَ النّيَاحَةِ : رواه أحمد بسند صحيح

"Kami di masa Rasulullah menganggap berkumpul di tempat mayit dan membuat makanan setelah dikuburkannya mayit sebagai Niyahah (meratapi mayit yang dilarang oleh Islam)" (H.R. Ahmad dengan sanad yang sahih)

Maksudnya adalah jika keluarga mayit membuat makanan tersebut untuk dihidangkan kepada para hadirin dengan tujuan al Fakhr ; berbangga diri supaya orang mengatakan bahwa mereka pemurah dan dermawan atau makanan tersebut disajikan kepada perempuan-perempuan agar menjerit-jerit, meratap sambil menyebutkan kebaikan-kebaikan mayit, karena inilah yang biasa dilakukan oleh orang-orang di masa jahiliyah, mereka yang tidak beriman kepada akhirat itu. Dan inilah Niyahah yang termasuk perbuatan orang-orang di masa jahiliyyah dan dilarang oleh Rasulullah.
Jika tujuannya bukan untuk itu, melainkan untuk menghormat tamu atau bersedekah untuk mayit dan meminta tolong agar dibacakan al-Qur’an untuk mayit maka hal itu boleh dan tidak terlarang. Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab Sahih-nya dari Ibn 'Abbas bahwa Sa'd ibn 'Ubadah ibunya meninggal ketika dia pergi, kemudian ia berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, Ibuku meninggal dan aku sedang tidak berada di tempat tersebut, apakah bermanfa'at baginya jika aku menyedekahkan sesuatu yang pahalanya untuknya?, Rasulullah menjawab: "Iya". Lalu Sa'd berkata: “(Kalau begitu) Saya bersaksi kepadamu bahwa kebunku yang sedang berbuah itu aku sedekahkan yang pahalanya untuknya”. (Lihat Shahih al-Bukhari, kitab al-Washaya)

Tahlilan pada hari ke tiga, ke tujuh, ke seratus, ke seribu dan seterusnya

Tradisi ummat Islam mengundang para tetangga ke rumah mayit kemudian memberi makan mereka ini adalah sedekah yang mereka lakukan untuk si mayit dan dalam rangka membaca al-Qur'an untuk mayit, dan jelas dua hal ini adalah hal yang boleh dilakukan. Sedekah untuk mayit jelas dibenarkan oleh hadits Nabi dalam Sahih al Bukhari. Sedangkan membaca al-Qur'an untuk mayit, menurut mayoritas para ulama salaf dan Imam madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali pahalanya akan sampai kepada mayit, demikian dijelaskan oleh as-Suyuthi dalam Syarh ash-Shudur dan dikutip serta disetujui oleh al Hafizh Murtadla az-Zabidi dalam Syarh Ihya' 'Ulum ad-Din.
Adapun yang sering dikatakan orang sebagian ahli bid’ah, seperti kaum Wahhabiyyah, bahwa Imam asy-Syafi'i menyatakan bahwa bacaan al-Qur'an tidak akan sampai kepada mayyit maka maksud asy-Syafi'i adalah jika bacaan tersebut tidak dibarengi dengan doa Ii-shal (doa agar disampaikan pahala bacaan kepada mayyit) atau bacaan tersebut tidak dilakukan di kuburan mayyit karena asy-Syafi'i menyetujui kedua hal ini (membaca al-Qur’an dengan diakhiri doa Ii-shal dan membaca al-Qur’an di atas kuburan mayyit)". (lihat Syarh Raudl ath-Thalib, Nihayatul Muhtaj, Qadla' al Arab fi As-ilah Halab dan kitab-kitab Fiqh Syaf'i yang lain).

Bahwa berkumpul untuk mendoakan mayit dan membaca al-Qur’an untuknya pada hari ke tiga, ke tujuh, ke seratus, ke seribu dan seterusnya maka hukumnya adalah sebagai berikut :
1. Berkumpul di hari ke tiga tujuannya adalah berta'ziyah.
2. Berkumpul setelah hari ke tiga tujuannya adalah berta'ziyah bagi yang belum. 
Bagi yang sudah berta'ziyah, berkumpul saja pada hari-hari tersebut bukanlah hal yang mutlak sunnah, tetapi kalau tujuan berkumpul tersebut adalah untuk membaca al-Qur’an dan ini semua mengajak kepada kebaikan. Allah berfirman :

وافْعَلُوا الْخَيْـرَ لَعَلّكُمْ تُفْلِحُوْنَ : سورة الحج : 77
 
"Lakukanlah hal yang baik agar kalian beruntung" (Q.S. al Hajj : 77).

Kamis, 03 Mei 2012

SEPENGGAL SURAT CINTA SANG KHALIK KEPADA HAMBA (Part 2)

Alam merupakan gambaran keadilan Allah dalam memberi rizki

Selanjutnya apa yang ingin Allah sampaikan melalui alam ini? Ayat selanjutnya dari Al Hubb menceritakan tentang angin. Angin terkadang kita lihat sebagai sesuatu hal yang mungkin tiada artinya bahkan sering kita remehkan karena ia bukanlah sesuatu yang terlihat dahsyat karena kita sering melihat angin sebagai sesuatu yang sangat mengganggu karena ia hanya bisa menerbangkan debu ke muka kita. Namun bila kita lihat lebih jauh ternyata angin merupakan alat pengatur dimanakah hujan akan diturunkan oleh malaikat pengatur hujan atas perintah dan izin Allah SWT. Hujan bukanlah hal yang biasa hujan merupakan rahmat Allah bagi bumi karena ia merupakan cucuran kehidupan bagi bumi sehingga bumi mampu memberikan manfaat kepada kita seperti tertulis dalam surat Al-A’raaf ( 7 ) ayat 57:

"Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran".
Dari angin kita dapat lihat bahwa segala rizki kita sesungguhnya telah ada dan pasti dijamin oleh Allah karena dari sini dapat kita lihat bahwa Allah membagi-bagikan rizkinya dengan begitu cermat dan teliti kepada tiap-tiap belahan bumi. Jika bumi/tanah saja yang merupakan benda yang tak bergerak (mati) sudah diatur oleh Allah tentang kadar rizkinya apalagi kita manusia. Yang jadi pertanyaan bagaimana cara kita untuk dapat menarik rizki tersebut kepada kita? Maka pada point ke7 dan ke 8 dari kitab Al Hubb menjelaskan kiat-kiat jitu yang harus kita lakukan.

Pada poin ke 7 dari Al Hubb kita akan menemukan bahwa dalam mengundang rizki kita harus memiliki keyakinan terhadap Sang Pemberi Rizki, zat Yang Mengatur bumi dan langit bahwa segala rizki yang kita butuhkan dalam melanjutkan kehidupan kita di dunia ini akan selalu dicukupi olehnya. Seperti yang tertera dalam surat Adz-Dzariyat ( 51 ) ayat 23:
"Demi TUHAN langit dan bumi yang dijanjikan itu benar-benar akan terjadi seperti keyakinanmu akan perkataanmu pada waktu kamu ucapkan". 
Ini menunjukkan dalam mengundang rizki hal yang harus kita perbuat adalah selalu optimis pada apa yang terdapat dalam benak kita jangan ragu sedikitpun bahwa Allah tak akan memenuhinya. Positive thinking terhadap Allah dan berpegang teguh pada keyakinan terhadap kecermatan Allah yang begitu teliti dan tepat dalam mengatur segala kadar kebutuhan rizki hambanya akan membuat rizki mendatangi kita sesuai dengan kebutuhan kita.
Pada poin ke 8 kita akan ditunjukkan bahwa dalam mendapatkan atau meraih rizki keyakinan saja tidak cukup. Keyakinan yang kuat  haruslah diikuti dengan kekuatan dan sifat tangguh dalam meraih rizki seperti yang tertulis dalam surat Adz-Dzariyat ( 51 ) ayat 58:
"Karena ALLAHlah yang memberi rizki, yang mempunyai kekuatan yang amat tangguh".
Pada ayat tersebut Allah Sang Pemberi Rizki menerangkan bahwa ia memiliki kekuatan yang sangat besar dan tangguh. Mengapa Allah menggandengkan keterangan bahwa ia zat Yang Memberikan rizki dengan sifat zat yang memiliki kekuatan yang begitu tangguh? Jawabannya adalah karena Allah ingin memberi tahu bahwa meraih rizki haruslah diikuti dengan sebuah ikhtiar yang begitu hebat yang disokong baik dengan kekuatan fisik maupun rohani yang terbungkus dengan semangat yang tangguh, tak dapat patah ketika menemui hambatan dalam meraih rizki yang disediakan oleh Allah kepada kita. Kekuatan fisik tentu saja sudah kita ketahui akan posisinya dalam meraih rizki, tetapi bila kita ingin mendapatkan rizki yang melimpah kekuatan fisik tidak cukup, maka ia harus dilengkapi dengan kekuatan rohani. Apakah kekuatan Rohani itu? Kekuatan rohani terbagi menjadi 2 yaitu kekuatan akal yaitu ilmu yang bermanfaat serta kekuatan hati yang berupa jeritan pengaduan kita akan segala kebutuhan kita kepada sang Pemberi rizki melalui doa-doa yang terus kita panjatkan tanpa henti.
Tangguh menurut penulis pada ayat ini adalah dengan berbekal kekuatan tersebut kita menjadi pribadi-pribadi yang kuat dan tahan dengan ujian apapun yang akan diberikan oleh Allah dalam meraih rizki yang sudah dijanjikan oleh Allah kepada kita. Begitu kita menemui masalah yang menghadang kita bukannya berlari menghindar dari masalah itu tetapi kita akan merasa siap memecahkan masalah tersebut karena kita mempunyai keyakinan dan kekuatan–kekuatan yang sudah diberikan oleh Sang Maha Kuat sehingga kita akan cukup mempunyai rasa percaya diri dalam menyelesaikan masalah tersebut karena penyokong segala gerak langkah kita adalah Allah Sang Maha Segalanya.
    Maka dari itu marilah kita mulai menata kembali segala cara berfikir kita bahwa pada zaman saat ini mencari yang haram saja sulit apalagi mencari yang halal. Itu adalah omongan orang yang lemah dan malas, terutama lemah iman karena sesungguhnya segala rizki itu sudah diberikan Allah kepada kita sesuai dengan kadar kebutuhan kita, hanya saja kita tak menyiapkan diri kita dengan baik dan kita selalu dibungkus oleh rasa malas yang menginginkan segala sesuatunya secara instan (langsung jadi/ada) sehingga proses dalam meraih rizki yang halal itu kita katakan sebuah hal yang lama dan melelahkan atau menyulitkan. Maka marilah mulai saat ini kita tinggalkan upaya mencari rizki dengan jalan pintas seperti korupsi dan hal semacam itu, dan yakinlah dengan jalan yang luruspun kita akan memperoleh rizki yang menjadi hak kita.

Rabu, 02 Mei 2012

Agenda Mihrobul Muhibbin Bulan Mei 2012


  • Zikir & Pengajian 24
Acara pada term ini adalah berzikir dan dilanjutkan dengan kajian tentang Tashawuf dan berbagai permasalahan yang ada di seputar kita, baik permasalahan agama, sosial, budaya dan lain sebaginya.

Sabtu, 12 Mei 2012
Sabtu, 26 Mei 2012
Waktu :Pukul 09.30 WIB-Selesai

  • Kajian Tashawwuf (Thariqot)
Kajian Pada Term ini berkisar pada permasalahan Thariqot, dengan membahas kitab "Nailul Amani" karya Syaikhana KH Muhammadi Shiddiq, Piji Dawe Kudus.

Sabtu, 5 Mei 2012
Sabtu 19 Mei 2012
Waktu: Pukul 09.30 WIB - Selesai

  • Manaqib
Pembacaan Manaqib Syaikh Abdul Qodir al-Jilani, dilaksanakan setiap malam tanggal 17 bulan Hijriah

Selasa, 8 Mei 2012
Waktu: Pukul 20.30WIB-Selesai

Tempat:
Kediaman Aby Sodiq (Dr. Akhmad Sodiq, MA)
alamat: Komplek Peruri Blok E No.40 Pisangan Ciputat Tangerang Selatan Banten

More Info:
0896 3793 1150